Perkara Pidana Cepat
Yang diartikan dan termasuk perkara-perkara dengan acara cepat adalah perkara-perkara pidana yang diancam dengan hukuman tidak lebih dari 3 (tiga) bulan penjara atau denda Rp. 7.500,- (pasal 205 ayat (1) KUHAP), yang mencakup tindak pidana ringan, pelanggaran lalu lintas (pasal 211 KUHAP beserta penjelasannya) juga kejahatan “penghinaan ringan” yang dimaksudkan dalam pasal 315 KUHP dan diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri dengan tanpa ada kewajiban dari Penuntut Umum untuk menghadirinya kecuali bilamana sebelumnya Penuntut Umum menyatakan keinginannya untuk hadir pada sidang itu. Jadi pada pokoknya yang dimaksud perkara-perkara semacam tersebut diatas ialah antara lain perkara-perkara pelanggaran Lalu Lintas, Pencurian Ringan (pasal 364 KUHP), Penggelapan Ringan (pasal 373 KUHP), Penadahan Ringan (pasal 482 KUHP), dan sebagainya.
Semasa Pemerintah Hindia Belanda perkara-perkara dengan acara cepat ini diperiksa dan diadili oleh “Landgerecht” yang acara pemeriksaannya diatur oleh “Reglement untuk Landgerecht” (Stbl. 1914-317).
Terdakwa tidak hadir dipersidangan
Putusan verstek yakni putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (pasal 214 ayat (2) KUHAP), apabila putusan berupa pidana perampasan kemerdekaan, terpidana dapat mengajukan perlawanan yang diajukan kepada pengadilan yang memutuskan, dan Panitera memberitahukan Penyidik tentang adanya perlawanan dan Hakim menetapkan hari persidangan untuk memutus perkara perlawanan tersebut. Perlawanan diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa.
Terhadap putusan yang berupa pidana perampasan kemerdekaan, dapat diajukan banding.
Dalam hubungan perkara-perkara pidana dengan acara cepat, Panitera memelihara 2 (dua) register (pasal 61 Undang-undang No.2 Tahun 1986, tentang Peradilan Umum), yakni:
a. Register tindak pidana ringan.
b. Register pelanggaran lalu lintas.
Sumber: Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.