Profil Pengadilan Negeri Ponorogo


WhatsApp Image 2019-11-25 at 7.41.00 AM 

 Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/ atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. 

  Dari kedua uraian di atas dapat dikatakan bahwa, pengadilan adalah lembaga tempat subjek hukum mencari keadilan, sedangkan peradilan adalah sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri.

Lembaga Peradilan di Indonesia

  Badan Peradilan yang tertinggi di Indonesia adalah Mahkamah Agung, sedangkan Badan Peradilan yang lebih rendah yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah :

  1. Badan Peradilan Umum
    Pengadilan Tinggi
    Pengadilan Negeri
  2. Badan Peradilan Agama
    Pengadilan Tinggi Agama
    Pengadilan Agama
  3. Badan Peradilan Militer
    Pengadilan Militer Utama
    Pengadilan Militer Tinggi
    Pengadilan Militer
  4. Badan Peradilan Tata Usaha Negara
    Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
    Pengadilan Tata Usaha Negara

Dalam melaksanakan tugasnya Mahkamah Agung (MA) merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang terlepas dari kekuasaan pemerintah. Kewajiban dan wewenang MA menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah:

  • Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
  • Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
  • Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi

Pengadilan Tinggi

  Pengadilan Tinggi (PT) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang lebih tinggi dari Pengadilan Negeri yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding (untuk mengajukan upaya hukum banding) terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris dan Staf.

Pengadilan Negeri

  Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Peradilan umum meliputi:

 

  1. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi.
  2. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/ kota
  3. Pengadilan khusus lainnya (spesialisasi, misalnya : Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi, Pengadilan Pajak, Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak.

  Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sehingga, pengadilan di Kabupaten Ponorogo adalah Pengadilan Negeri Ponorogo. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri Ponorogo berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Daerah hukum Pengadilan Negeri Ponorogo meliputi semua wilayah Kabupaten Ponorogo. Susunan atau Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Ponorogo terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, Jurusita dan Staf.

SEJARAH TERBENTUKNYA PENGADILAN NEGERI DI INDONESIA

i.    Masa sebelum pemerintahan Hindia-Belanda.

Pada masa sebelum pemerintahan Hindia-belanda di Indonesia, tata hukum di Indonesia mendapatkan pengaruh dari hukum agama yaitu Hindu dan Islam serta hukum adat. Pengaruh agama Hindu tersebut dapat dilihat pada sistem peradilannya dimana dibedakan antara perkara Pradata dan perkara Padu. Perkara Pradata adalah perkara yang menjadi urusan peradilan raja yang diadili oleh raja sendiri yaitu perkara yang membahayakan mahkota, kemanan dan ketertiban negara, hukum Pradata ini bersumber dari hukum Hindu dimana Raja adalah pusat kekuasaan[4]sedangkan perkara Padu adalah perkara mengenai kepentingan rakyat perseorangan, perkara ini diadili oleh pejabat negara yang disebut jaksa.

ii.   Masa pemerintahan Hindia-Belanda

     Pada tahun 1602 Belanda mendirikan suatu perserikatan dagang untuk Timur-jauh yang dinamakan VOC (De Vereenigde Oost-Indische Compagnie) dengan tujuannya untuk berniaga, maka melalui VOC tersebut Belanda masuk ke Indonesia.

Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619 berhasil membuat Sultan Banten menyerahkan daerahnya kepada Kompeni. Pada tanggal 26 Maret 1620 dibuat resolusi yang mengangkat seorang Baljuw sebagai opsir justisi dan kepala kepolisian lalu pada tanggal 24 Juni 1620 dibentuk suatu mejelis pengadilan di bawah pimpinan Baljauw yang dinamakan College van Schepennen disebut schepenbank untuk mengadili segala penduduk kota bangsa apapun kecuali pegawai dan serdadu Kompeni yang akan diadili oleh Ordinaris luyden van den gerechte in het Casteel yang pada 1626 diubah menjadi Ordinaris Raad van Justisie binnen het casteel Batavia, disebut sebagai Raad van Justisie.

Sejak tahun 1684 VOC banyak mengalami kemunduran ditambah dengan adanya pergeseran politik Eropa yang mengakibatkan berubahnya situasi politik di Belanda, hal tersebut mengakibatkan dihentikannya VOC dan pada tahun 1806 Belanda menjadi kerajaan di bawah Raja Lodewijk Napoleon yang kemudian mengangkat Mr. Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal yang menetapkan charter untuk daerah jajahan di Asia dimana dalam Pasal 86 charter tersebut berisi bahwa susunan pengadilan untuk bangsa Bumiputera akan tetap berdasarkan hukum serta adat mereka.

a.  Masa pemerintahan Inggris

Setelah kekuasaan Hindia-Belanda pada 1811 dipatahkan oleh Inggris maka Sir Thomass Stamford Raffles diangkat menjadi Letnan Jenderal untuk P. Jawa dan wilayah di bawahnya (Palembang, Banjarmasin, Makasar, Madura dan kepulauan Sunda-kecil). Ia mengeluarkan maklumat tanggal 27 Januari 1812 yang berisi bahwa susunan pengadilan untuk bangsa Eropa berlaku juga untuk bangsa Indonesia yang tinggal di dalam lingkungan kekuasaan kehakiman kota-kota (Batavia, Semarang dan Surabaya) dan sekitarnya jadi pada jaman rafles ini ada perbedaan antara susunan pengadilan untuk bangsa Indonesia yang tinggal di kota-kota dan di pedalaman atau desa-desa.

b.   Masa kembalinya pemerintahan Hindia-Belanda

Berakhirnya peperangan di Eropa mengakibatkan daerah jajahan Belanda yang dikuasai Inggris akan dikembalikan kepada Belanda (Conventie London 1814).

Pada masa ini Pemerintah Hindia-Belanda berusaha untuk mengadakan peraturan-peraturan di lapangan peradilan sampai pada akhirnya pada 1 Mei 1848 ditetapkan Reglement tentang susunan pengadilan dan kebijaksanaan kehakiman 1848 (R.O), dalam R.O ada perbedaan keberlakuan pengadilan antara bangsa Indonesia dengan golongan bangsa Eropa diama dalam Pasal 1 RO disebutkan ada 6 macam pengadilan:

1.     districtsgerecht

Mengadili perkara perdata dengan orang Indonesia asli sebagai tergugat dengan nilai harga di bawah f20-.

2.     regenschapgerecht

Mengadili perkara perdata untuk orang Indonesia asli dengan nilai harga f.20-f.50 dan sebagai pengadilan banding untuk keputusan-keputusan districtsgerecht.

3.     landraad

merupakan pengadilan sehari-hari biasa untuk orang Indonesia asli dan dengan pengecualian perkara-perkara perdata dari orang-orang Tionghoa – orang-orang yang dipersamakan hukumnya dengan bangsa Indonesia, juga di dalam perkara-perkara dimana mereka ditarik perkara oleh orang-orang Eropa atau Tionghoa selain itu landraad juga berfungsi sebagai pengadilan banding untuk perkara yang diputuskan oleh regenschapgerecht sepanjang dimungkinkan banding.

4.     rechtbank van omgang diubah pada 1901 menjadi residentiegerecht dan pada 1914 menjadi landgerecht.

Mengadili dalam tingkat pertama dan terahir dengan tidak membedakan bangsa apapun yang menjadi terdakwa.

5.     raad van justisie

Terdapat di Jakarta, Semarang dan Surabaya untuk semua bangsa sesuai dengan ketentuan.

6.     hooggerechtshof

Merupakan pengadilan tingkat tertinggi dan berada di Jakarta untuk mengawasi jalannya peradilan di seluruh Indonesia.

iii.    Masa pemerintahan Jepang

Masa pemerintahan Jepang di Indonesia dimulai pada 8 Maret 1942 dengan menyerahnya Jendral Ter Poorten[6], untuk sementara Jepang mengeluarkan Undang-undang Balatentara Jepang tanggal 8 Maret No.1 yang menyatakan bahwa segala undang-undang dan peraturan-peraturan dari pemerintah Hindia-Belanda dulu terus berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan Balatentara Jepang. Untuk proses peradilan Jepang menetapkan UU 1942 No. 14 tentang Peraturan Pengadilan Pemerintah Balatentara Dai-Nippon, dimana dengan UU ini didirikan pengadilan-pengadilan yang sebenarnya merupakan lanjutan dari pengadilan–pengadilan yang sudah ada:

1.     Gun Hoon

Pengadilan Kawedanan, merupakan lanjutan dari districtsgerecht.

2.     Ken Hooin

Pengadilan kabupaten, merupakan lanjutan dari regenschapsgerecht.

3.     Keizai Hooin

Pengadilan kepolisian, merupakan lanjutan dati Landgerecht.

4.     Tihoo Hooin

Pengadilan Negeri, merupakan lanjutan dari Lanraad.

5.     Kooto Hooin

Pengadilan Tinggi, merupakan lanjutan dari Raad van Justisie.

6.     Saikoo Hooin

Mahkamah Agung, merupakan lanjutan dari Hooggerechtshof.

Masa pemerintahan Jepang ini menghapuskan dualisme di dalam peradilan dengan Osamu Seirei 1944 No.2 ditetapkan bahwa Tihoo Hooin merupakan pengadilan buat segala golongan penduduk, dengan menggunakan hukum acara HIR.

iv.   Masa Kemerdekaan Republik Indonesia

a.  1945-1949

Pasal II Aturan Peralihan UUD’45 menetapkan bahwa: segala badan negara dan peraturan yang ada masih lansung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Hal ini berarti bahwa semua ketentuan badan pengadilan yang berlaku akan tetap berlaku sepanjang belum diadakan perubahan.

Dengan adanya Pemerintahan Pendudukan Belanda di sebagian wilayah Indonesia maka Belanda mengeluarkan peraturan tentang kekuasaan kehakiman  yaitu Verordening No. 11 tahun 1945 yang menetapkan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilakukan oleh Landgerecht dan Appelraad dengan menggunakan HIR sebagai hukum acaranya.

Pada masa ini juga dikeluarkan UU UU No.19 tahun 1948 tentang Peradilan Nasional yang ternyata belum pernah dilaksanakan[7].

b.  1949-1950

Pasal 192 Konstitusi RIS menetapkan bahwa Landgerecht diubah menjadi Pengadilan Negeri dan Appelraad diubah menjadi Pengadilan Tinggi

c.  1950-1959

Adanya UU Darurat No.1 tahun 1951 yang mengadakan unifikasi susunan, kekuasaan, dan acara segala Pengadilan Negeri dan segala Pengadilan Tinggi di Indonesia dan juga menghapuskan beberapa pengadilan termasuk pengadilan swapraja dan pengadilan adat.

d.  1959 sampai sekarang terbitnya UU No. 14 Tahun 1970

Pada masa ini terdapat adanya beberapa peradilan khusus di lingkungan pengadilan Negeri yaitu adanya Peradilan Ekonomi (UU Darurat No. 7 tahun 1955), peradilan Landreform (UU No. 21 tahun 1964). Kemudian pada tahun 1970 ditetapkan UU No 14 Tahun 1970 yang dalam Pasal 10 menetapkan bahwa ada 4 lingkungan peradilan yaitu: peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:

–         sejarah terbentuknya Pengadilan Negeri di Indonesia sangat panjang namun dalam pembahasan ini hanya dibatasi pada masa sebelum pemerintahan Belanda. Pada masa tersebut tata hukum di Indonesia mendapatkan pengaruh dari hukum agama yaitu Hindu dan Islam serta hukum adat;

–         Pada  masa pemerintahan Belanda system pengadilan di Indonesia dibeda-bedakan berdasarkan pasal 163 IS (Indische Staatsregeling),yaitu: golongan penduduk Eropa, golongan penduduk Timur Asing dan golongan penduduk Indonesia dengan peradilan yang berbeda-beda pula. Pada masa Jepang menghapuskan dualisme di dalam peradilan dengan Osamu Seirei 1944 No.2;

–         Setelah Indonesia merdeka barulah usaha-usaha untuk mengadakan unifikasi terhadap peradilan dapat terwujud dengan adanya  UU Darurat No.1 tahun 1951.

 

PROFIL PENGADILAN NEGERI PONOROGO

LOGO PAS-removebg-preview

Wilayah Hukum

Secara administratif, Wilayah hukum Pengadilan Negeri Ponorogo meliputi 21 (dua puluh satu) kecamatan serta 305 kelurahan dan desa dengan 2.274 RW / 6.887 RT 

Batas Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Ponorogo adalah sebagai berikut : 

Sebelah Utara    : Berbatasan dengan wilayah hukum PN Kabupaten Madiun dan Kota Madiun, PN Magetan, dan PN Nganjuk 

Sebelah Timur    : Berbatasan dengan wilayah hukum PN Trenggalek 

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan wilayah hukum PN Pacitan 

Sebelah Barat    : Berbatasan dengan wilayah hukum PN Magetan dan PN Wonogiri (Jawa Tengah)

WhatsApp Image 2021-01-22 at 08.35.52

 

WhatsApp Image 2023-05-10 at 14.48.163
 

Pn

 

WhatsApp Image 2023-05-10 at 14.48.17

 

WhatsApp Image 2020-06-26 at 10.42.22 

 

1

 

 

 WhatsApp Image 2021-08-10 at 11.17.35

 

Ruang Tunggu Sidang

 

Alamat Pengadilan Negeri Ponorogo :

Jl. Ir. H. Juanda No.23, Tonatan, Kecamatan Tonatan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur

Kode Pos (63418)

Telp  (0352) 481633 ; Fax  (0352) 481633